H. Mahmud Sapsal Barugae
Langkah-langkah
pembinaan akhlakul karimah
Sebagaimana telah diuraikan
pada pembahasan terdahulu bahwa pembinaan akhlakul karimah
adalah suatu usaha yang diarahkan kepada pembentukan sikap mental yang
senantiasa terjabarkan dalam kehidupan sehari-hari dan sesuai dengan ajaran
agama Islam, justeru itu sangat urgen untuk ditrapkan kepada
anak-anak secara dini, yaitu sejak dalam lingkungan keluarga, dengan
memperhatikan tingkat kecerdasan dan kemampuan anak dalam menerima arahan atau
pembinaan mental. Untuk itulah penulis akan menguraikan tahap-tahap pembinaan
akhlakul karimah menurut fase-fase perkembangan
manusia/anak, sebagai berikut :
1) Fase
Persiapan
a( Pada saat memilih jodoh, hal ini dapat dipahami dari hadits
Nabi sebagai berikut :
تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها فاظفر
بذات الدين ترتب يداك
Artinya : Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya,
keturunannya, agamanya dan karena kecantikannya dan utamakan karena agamanya.
Ditekankannya mengawini wanita karena agamanya, karena isteri yang
beragama akan menjadi penolong agama itu sendiri, sedangkan yang tidak beragama
akan melupakan agama itu.
Berkaitan dengan itu, Husain Mazhahiri mengatakan bahwa Islam sangat
menekankan syarat-syarat memilih isteri dan suami, karena berhubungan dengan
depan anak, baik bahagia atau sengsara. Hal itu karena kaitan benih
kesengsaraan dan kebahagiaan pertama kali terdapat pada langkah-langkah dan
persyaratan dalam emilih pasangan.
b) Pada saat terjadinya ijab qabul
Pendidikan terjadi pada saat pernikahan (ijab qabul) ditandai dengan
nasehat perkawinan/khutbah nikah, membaca basmalah, istigfar, membaca syahadat
dan lain-lain. Pakar pendidikan Islam memandang hal ini sebagai awal pembinaan
anak, karena didikan khutbah nikah inti pokoknya adalah kerukunan kerumah
tanggaan, ketaatan beribadah serta memperoleh keturunan yang sholeh dan
sholehah. Demikian pula sebelum terjadinya ijab qabul dituntut membaca
basmalah, istigfar, syahadat dan lain-lain menunjukkan bahwa perkawinan
bukanlah sekedar memenuhi tuntutan biologis tetapi lebih dari itu yakni
merupakan amanah Allah. Kondisi ini diharapkan dihayati dan diamalkan sehingga
menghasilkan rumah tangga sakinah, hidup penuh harmonis, saling menghargai,
taat beribadah, dengan sendirinya akan memberikan pengaruh cukup besar terhadap
anak yang bakal dilahirkan.
c) Pada saat hubungan suami isteri
Nabi Muhammad saw. menganjurkan supaya pasangan suami dan isteri memohon
atau berdoa sebelum berhubungan, sebagaimana riwayat berikut :
بسم الله اللهم جنبنا الشيطان وجنب الشيطان ما رزقتنا
Artinya : Bismillah, Ya Allah jauhkanlah syetan dari kami dan jauhkan
pula syetan dari anak yang bakal Engkau karuniakan kepada kami.
Dilihat
dari sisi paedagogis bahwa orang yang berdoa lebih-lebih jika orang tersebut
berkesinambungan dalam berdoa, sadar atau tidak, sesungguhnya telah mendidik
dirinya agar senantiasa dekat kepada Allah swt. dan melindungkan diri serta
mereka bermohon kepada Allah. Dengan doa itu diri mereka dan anak yang mungkin
terkonsepsi dalam waktu berhubungan itu, berarti mereka telah melakukan
persiapan mendidik anak.
2) Fase dalam kandungan ibu.
Pembinaan akhlakul karimah sebenarnya telah diawali
sejak anak tersebut dalam kandungan ibu, sebagaimana termaktub dalam ayat 172
surat al A’raf, yang berbunyi :
وَ إِذْْ أَ خَذَ رَ بّثكَ مِنْ بَنى آدَمَ مِنْ ظُهُوْرِ هِمْ ذُرِّ
يَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلىَ اَنْفُسِهِمْ ؛ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قاَلوْا بَلىَ
شَهِدْناَ. . .
Terjemahnya :
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu
?”. Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi
Ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam kandungan ibu,
telah terjadi pembinaan mental, dalam hal ini pertumbuhan naluri yang kelak
dibawa ketika lahir menuju pertumbuhan seluruh perwatakannya dengan bantuan
faktor lingkungan. Oleh karena itu, Casimir mengemukakan bahwa anak dalam
kandungan dapat dididik mentalnya yaitu dengan “memberi suasana keagamaan dalam
bentuk membaca ayat-ayat suci al quran”
3) Fase
dalam umur 0 - 6 tahun, adalah masa pendidikan secara dressur atau pembiasaan
terhadap hal-hal yang baik, justeru itu untuk menjaga kesucian jasmani dan
rohani anak, maka ia diaqieqahkan, digunting rambutnya serta diberi nama,
sebagaimana yang dimaksud oleh hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari
Samurah, yang berbunyi :
كُلُّ غُلاَمٍ مُرْ تَهِنٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ ساَبِعِهِ وَ يُخْلَقُ وَ يُسَمَّى
Artinya : Setiap anak
tergadai dengan aqieqahnya yang disembelih baginya pada hari ke tujuh dan
digunting rambutnya dan diberi nama.
Aqieqah dan menggunting rambut
pada hari ketujuh dari hari kelahiran anak, merupakan upaya membersihkan mereka
dari segala kotoran yang melekat pada jasmaninya, sehingga setelah diaqieqah
dan digunting rambutnya, maka anak tersebut dikatakan bersih dan suci lahir dan
bathin.
4) Fase
untuk menenangkan jiwa
anak, yaitu dengan melatih dan
menyuruh untuk menjalankan sholat sejak umur 7 - 10 tahun, sebagaimana yang dimaksud dalam hadits yang
diriwayatkan Imam Abu Dawud dari ‘Umar
bin Sya’ib, yang berbunyi :
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَ
ةِ وَهُمْ أَبْنَا ءُ سَبْعِ سِنِيْنَ
وَضْرِبُوْاهُمْ عَلَيْهاَ وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍوَ فَرِّقُوْ ا
بَيْنَهُمْ فىِ الْمَضَاجِعِ
Artinya : Perintahkanlah anak-anak
kamu untuk melaksanakan sholat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah
(pertegaslah) mereka, jika umurnya telah sampai sepuluh tahun. Dan berpisah
tempat tidurlah.
Pada masa tesebut juga kedua orang tua dituntut untuk berusaha
menenangkan perasaan atau keinginan seksual anak, dengan cara berpisah tempat
tidur dengannya, karena pada masa tersebut anak cenderung untuk meniru
perbuatan orang lain, terutama perbuatan kedua orang tuanya.
Berdasarkan uraian pada sub ini, penulis
berkesimpulan bahwa terdapat tiga tahap dalam pembinaan mental, yaitu :
(1) tahap dalam kandungan ibu, dalam hal ini ibu dituntut supaya senantiasa
beribadah kepada Allah swt, guna pembentukan sikap terhadap anak yang
dikandungnya, (2) tahap dalam pengawasan/pemeliharaan orang
tua, yaitu antara umur 1 - 6 tahun, dalam hal ini pembinaan mental
dilakukan secara pembiasaan pada anak
akan amal ibadah, dan (3) tahap ketiga adalah menanamkan rasa tanggung jawab
pada diri anak terhadap setiap kewajiban, seperti kewajiban melaksanakan
sholat, demikian pula urgensi mengekang hawa nafsu dalam hal pendidikan
seksual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar