Selasa, 11 Juli 2017

Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan


a. Pengertian Kualitas Pendidikan

Untuk menguraikan masalah tersebut, terlebih dahulu penulis membahas pengertian pendidikan, oleh beberapa pakar, sebagai berikut:

Omar Mohammad al Toumi al Syaibany, mengatakan bahwa pendidikan adalah “. . . usaha yang dicurahkan untuk menolong insan menyingkap dan menemui rahasia alam, memupuk bakat dan persediaan semula jadinya, mengarahkan kecenderungannya, . . .”
Konsep di atas asumsi dasarnya adalah hakikat pendidikan ditentukan oleh hakikat manusianya atau antropologi metafisikanya, dalam hal ini manusia dipandang sebagai homosapiens yaitu sejenis makhluk yang dapat berpikir dan mampu berilmu pengetahuan. Jadi pada hakikatnya setiap manusia memperoleh hak untuk berpikir guna mencari kebenaran mutlak atau kebenaran yang hakiki sebagaimana kemampuan berpikir dan menganalisa sesuatu.
Ki Hajar Dewantara, mengemukakan bahwa pendidikan adalah  “Menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam hidup anak didik kita supaya menjadi manusia beradab dan susila”
Konsep tersebut meninjau proses pendidikan dari sudut internal dalam diri manusia/anak, sehingga lebih mengarah kepeninjauan tentang hakikat psikologis.
Oleh pakar sosiologis memberi definisi mengenai pendidikan dengan argumentasinya bahwa “education in the proces by which the individual is thought loyalty in conpromity to the group and to social institutions
Pendidikan adalah suatu kegiatan yang mana individual dibina agar menjadi loyal serta setia dan menyesuaikan diri pada kelompok atau lembaga sosial. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk mengarahkan manusia sehingga mencapai cita-cita yang diinginkan, yaitu terwujudnya kepribadian yang utuh, baik jasmani maupun rohani. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan adalah “suatu usaha memanusiawikan seseorang, yaitu suatu pimpinan jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnya sifat-sifat kemanusiaan dengan arti yang sesungguhnya”
John Dewey berpendapat bahwa pendidikan adalah proses yang tanpa akhir (Education is the process without end). Dan pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (daya intelektual) maupun daya emosional (perasaan) yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya. Karena John Dewey berfaham behaviorisme, dimana pengaruh pendidikan “dipandang dapat membentuk manusia menjadi apa saja yang diinginkan oleh pendidik”. Maka istilah pembentukan ciri khas yang menunjukkan kekuasaan pendidik terhadap anak didik.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah “usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”
Keterangan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah proses pembimbingan, pembelajaran, dan atau pelatihan terhadap anak sehingga dapat melaksanakan peranan serta tugas-tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya. Jadi secara sederhana dapat dipahami bahwa pendidikan adalah proses pembimbingan, pembelajaran dan atau pelatihan terhadap anak sehingga menjadi orang yang mampu melaksanakan peranan dan tugas-tugas hidup sebagaimana mestinya.
Dalam kaitan dengan pendidikan agama Islam, maka pendidikan adalah proses mengarahkan manusia kepada kehidupannya yang baik dan mengangkat derajat kemanusiannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar). Pendapat ini didasarkan atas firman Allah dalam surat an Nahl, 78 sebagai berikut:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Terjemahnya :
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Imam Syafie dalam menafsirkan ayat tersebut, mengemukakan bahwa Allah Swt., memberi tahu semua makhluk-Nya melalui kitab-Nya, bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan kecuali yang Dia ajarkan saja.
Dalam QS. An-Nahl/16:78, Tuhan menegaskan bahwa pada awal penciptaan, manusia tidak memiliki pengetahuan (wallâhu akhrajakum min buthûni ummahâtikum lâ ta‘lamûna syai’an). Kondisi awal penciptaan ini menempatkan manusia pada posisi yang,sebenarnya, sama dengan binatang, tanpa pengetahuan, dan hanya bekerja dengan insting. Hal yang membedakan adalah adanya tiga potensi itu, as-sam‘u, al-abshâr, dan al-af’idah. Dalam kontes ini, Tuhan tidak mengatakan bahwa manusia dibekali dengan al-udzun (telinga/indera pendengaran), al-‘ain (mata/indera penglihatan), dan al-‘aql (otak). Kalau itu yang disebut oleh Tuhan, binatang juga punya semua itu. Seperti lagunya Iwan Fals: kalau cuma senyum, westerling pun tersenyum. Nah, di sinilah manusia menjadi berbeda dengan binatang. Potensi yang ada pada manusia tidak hanya bersifat inderawi. Melalui kemampuan abshar, as-sam’, dan af’idah manusia mampu menembus batas-batas inderawi.
Dengan demikian, pendidikan memberikan kesempatakan kepada keterbukaan terhadap pengaruh dari luar dan perkembangan dari dalam diri anak didik, kemudian barulah fitrah itu diberi hak untuk membentuk pribadi anak dan dalam waktu bersamaan faktor dari luar akan mendidik dan mengarahkan kemampuan dasar (fitrah) anak.
Selanjutnya konsep peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu unsur dari paradigma baru pengelolaan pendidikan di Indonesia. Paradigma tersebut mengandung atribut pokok yaitu relevan dengan kebutuhan masyarakat pengguna lulusan, suasana akademik (academic atmosphere) yang kondusif dalam penyelenggaraan program studi, adanya komitmen kelembagaan (institusional komitmen) dari para pimpinan dan staf terhadap pengelolaan organisasi yang efektif dan produktif, keberlanjutan (sustainability) program studi, serta efisiensi program secara selektif berdasarkan kelayakan dan kecukupan. Dimensi-dimensi tersebut mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat strategis untuk merancang dan mengembangkan usaha penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi kualitas pada masa yang akan datang.
Menurut Umaedi, kualitas mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.
Dari berbagai pengertian yang ada, pengertian kualitas pendidikan sebagai kemampuan lembaga pendidikan untuk menghasilkan sumberdaya manusia sangatlah tepat. Dalam pengertian itu terkandung pertanyaan seberapa jauh semua komponen masukan instrumental ditata sedemikian rupa, sehingga secara sinergis mampu menghasilkan proses, hasil, dan dampak belajar yang optimal. Yang tergolong masukan instrumental yang berkaitan langsung dengan pembentukan sumber daya manusia adalah pendidik, kurikulum, iklim pembelajaran, media belajar, fasilitas belajar, dan bahan ajar. Sedangkan masukan potensial adalah mahasiswa dengan segala karakteristiknya seperti; kesiapan belajar, motivasi, latar belakang sosial budaya, bekal ajar awal, gaya belajar, serta kebutuhan dan harapannya.
Dari sisi guru, kualitas dapat dilihat dari seberapa optimal guru mampu memfasilitasi proses belajar siswa. Menurut Djemari Mardapi bahwa setiap tenaga pengajar memiliki tanggung jawab terhadap tingkat keberhasilan siswa belajar dan keberhasilan guru mengajar. Sementara itu dari sudut kurikulum dan bahan belajar kualitas dapat dilihat dari seberapa luwes dan relevan kurikulum dan bahan belajar mampu menyediakan aneka stimuli dan fasilitas belajar secara berdiversifikasi. Dari aspek iklim pembelajaran, kualitas dapat dilihat dari seberapa besar suasana belajar mendukung terciptanya kegiatan pembelajaran yang menarik, menantang, menyenangkan dan bermakna bagi pembentukan profesionalitas kependidikan.
Dari sisi media belajar kualitas dapat dilihat dari seberapa efektif media belajar digunakan oleh guru untuk meningkatkan intensitas belajar siswa. Dari sudut fasilitas belajar kualitas dapat dilihat dari seberapa kontributif fasilitas fisik terhadap terciptanya situasi belajar yang aman dan nyaman. Sedangkan dari aspek materi, kualitas dapat dilihat dari kesesuainnya dengan tujuan dan kompetensi yang harus dikuasi siswa.

Oleh karena itu kualitas pembelajaran secara operasional dapat diartikan sebagai intensitas keterkaitan sistemik dan sinergis guru, mahasiswa, kurikulum dan bahan ajar, media, fasilitas, dan system pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan tuntutan kurikuler.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendidikan Ekstrakurikuler

Pendidikan Ekstrakurikuler a. Pengertian pendidikan ekstrakurikuler Pendidikan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang diselenggarakan d...